Walisongo (Sembilan Wali)
yang dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17. Mereka
tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu
Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan
Cirebon di Jawa Barat. Kawasan ini adalah laluan perjalanan dari Surabaya ke
Pati-Demak-Kudus-Malang-Surabaya.
Walisongo adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia,
khususnya di Pulau Jawa. Peranan mereka sangat besar dalam mendirikan Kerajaan
Islam di Jawa, juga mempengaruhi kebudayaan masyarakat serta dakwah.
Walisongo berarti sembilan orang wali. Mereka adalah:
1. Maulana Malik Ibrahim
2. Sunan Ampel
3. Sunan Giri
4. Sunan Bonang
5. Sunan Dradjad
6. Sunan Kalijaga
7. Sunan Kudus
8. Sunan Muria
9. Sunan Gunung Jati
Kesemua wali ini tidak hidup dalam waktu yang sama
tetapi mereka mempunyai kaitan rapat seperti hubungan darah dan juga
diantaranya adalah mempunyai hubungan guru dan murid.
Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Beliau
mempunyai anak yang dikenali sebagai Sunan Ampel. Sunan Giri pula adalah anak
saudara Maulana Malik Ibrahim yang bererti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan
Bonang dan Sunan Drajad adalah anak kepada Sunan Ampel. Sunan Kalijaga pula merupakan
sahabat dan juga murid Sunan Bonang. Sunan Muria merupakan anak Sunan Kalijaga.
Sunan Kudus juga murid kepada Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat
para Sunan-Sunan yang lain kecuali Maulana Malik Ibrahim yang terlebih dahulu
meninggal dunia. Kesemua mereka tinggal di pantai utara Pulau Jawa dari awal
abad 15 hingga pertengahan abad 16 iaitu di tiga wilayah penting
(Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah serta
Cirebon di Jawa Barat). Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu
masyarakat pada zamannya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru
seperti dalam bentuk kesehatan, bercocok tanam, perniagaan, kebudayaan dan
kesenian, kemasyarakatan sehingga kepada pemerintahan. Pesantren Ampel Denta
dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri,
peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan
Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama tetapi ia juga merupakan pemimpin
pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah penyumbang karya
seni yang pengaruhnya masih terasa hingga ke hari ini. Sementara Sunan Muria
adalah pemimpin agama yang sangat rapat dengan rakyat jelata.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi
Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam.
Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia terutama di Pulau Jawa.
Mereka mempunyai peranan penting seperti Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan
diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang
dianggap oleh kolonialis sebagai "paus dari Timur" serta Sunan
Kalijaga telah mencipta karya kesenian dengan menggunakan gaya dan cara yang
dapat difahami oleh masyarakat Jawa dengan tidak meninggalkan kebudayaan Hindu
dan Budha.
Beberapa catatan mengenai kesemua wali ini adalah
sebagaimana berikut:-
1. Maulana Malik Ibrahim:
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim
As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal
abad 14. Beliau meninggal dunia pada tahun 1419. Dikenali juga sebagai Syekh
Magribi. "Kakek Bantal" adalah juga sebutan oleh penduduk Jawa. Ia
bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai yang juga
merupakan ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari
seorang ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand.
Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein
iaitu cucu Nabi Muhammad SAW. Selama tiga belas tahun sejak tahun 1379 Maulana
Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa atau sekarang dikenali Kamboja
(Cambodia). Ia mempunyai seorang isteri dari putri raja dan mendapat dua orang
anak iaitu Raden Rahmat yang dikenal sebagai Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha
atau Raden Santri.
Pada tahun 1392 iaitu setelah merasakan puas berdakwah
di Kambodia, Maulana Malik Ibrahim berhijrah ke Pulau Jawa meninggalkan dengan
meninggalkan keluarganya. Terdapat beberapa versi yang menyatakan bahwa
kedatangannya disertai oleh beberapa orang. Daerah yang dituju bagi pertama
kali adalah Desa Sembalo, sebuah daerah yang masih berada dalam wilayah
kekuasaan kerajaan Majapahit. Desa Sembalo kini adalah daerah Leran kecamatan
Manyar iaitu sejauh 9 kilometer ke utara kota Gresik. Kegiatan pertama yang
dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu
menyediakan keperluan harian dengan harga yang murah. Selain itu, beliau juga
menyediakan diri untuk mengobati pesakit yang memerlukan bantuan secara
percuma. Sebagai seorang tabib, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja
yang berasal dari Campa. Kemungkinan juga permaisuri tersebut masih bersaudara
kepada istrinya. Selain itu, beliau yang juga dikenali sebagai Kakek Bantal
telah mengajar cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawahan
iaitu satu kasta yang disisihkan dalam masyarakat dan budaya Hindu. Misi
pertama beliau sangat berjaya untuk mencari tempat di hati masyarakat yang
ketika itu dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Sebelum meninggal dunia
pada tahun 1419, Maulana Malik Ibrahim sempat mendirikan tempat untuk
pembelajaran agama di Leran. Jenazahnya dimakamkan di Desa Gapura, Gresik, Jawa
Timur.
2. Sunan Ampel:
Sunan Ampel adalah anak sulung Maulana Malik Ibrahim.
Nama asalnya adalah Raden Rahmat dan dilahirkan di Campa pada 1401 Masehi. Di
daerah Ampel atau Ampel Denta, Surabaya (kota Wonokromo sekarang) adalah
tempatnya bermukim dan menyibarkan agama Islam. Sunan Ampel datang ke Pulau
Jawa pada tahun 1443 bersama adiknya iatu Sayid Ali Murtadho. Sebelum ke Jawa
pada tahun 1440, mereka singgah dahulu di Palembang. Setelah tiga tahun di
Palembang, mereka melabuh dan berhijrah ke daerah Gresik. Seterusnya mereka ke
Majapahit untuk menemui ibu saudaranya, seorang putri dari Campa yang bernama
Dwarawati. Ibu saudaranya ini telah dipersunting oleh salah seorang raja
Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya. Sunan Ampel menikah
dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikurniakan
beberapa orang anak lelaki dan perempuan. Diantaranya yang menjadi penerus
tugas-tugas dakwah adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajad. Ketika Kesultanan
Demak iaitu 25 kilometer arah selatan kota Kudus hendak didirikan, Sunan Ampel
turut bersama mendirikan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Pada tahun 1475,
Sunan Ampel telah mengesyurkan supaya Raden Fatah iaitu anak lelaki Prabu
Brawijaya V (Raja Majapahit) untuk menjadi Sultan Demak.
Di Ampel Denta, daerah yang dihadiahkan oleh Raja
Majapahit, ia membangun dan mengembangkan pondok pesantren. Pada pertengahan
Abad 15, pesantren tersebut menjadi pusat pendidikan yang sangat berpengaruh di
Nusantara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Fatah. Para
santri tersebut kemudian berdakwah ke berbagai pelosok di Pulau Jawa dan
Madura. Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya,
ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan akidah dan ibadah.
Beliaulah yang mengenalkan istilah "Moh Limo" iaitu satu istilah
dalam bahasa Jawa yang dimaksudkan sebagai "Tidak Mahu Lima Perkara"
iaitu moh main (tidak bermain judi), moh ngombe (tidak meminum minuman keras),
moh maling (tidak mencuri), moh madat (tidak mengguna dadah dan narkotik) dan
moh madon (tidak berzina). Sunan Ampel meninggal dunia dan disemadikan di sebelah
barat Masjid Ampel, Surabaya pada tahun 1481.
3. Sunan Giri:
Sunan Giri lahir di Blambangan pada tahun 1442.
Memiliki beberapa nama panggilan iaitu Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul
Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudra. Ia dimakamkan di desa Giri,
Kebomas, Gresik.
Terdapat beberapa silsilah Sunan Giri yang berbeza.
Ada pendapat mengatakan ia adalah anak Maulana Ishaq, seorang mubaligh yang
datang dari Asia Tengah. Maulana Ishaq diceritakan menikah dengan Dewi
Sekardadu, iaitu putri dari Menak Sembuyu, penguasa wilayah Blambangan pada
masa-masa akhir kekuasaan Majapahit. Pendapat lainnya menyatakan bahwa Sunan
Giri juga merupakan keturunan Rasulullah SAW iaitu melalui keturunan Husain bin
Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi,
Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rummi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal,
Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib
Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat)
Khan, Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan), Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana
Akbar), Maulana Ishaq, dan 'Ainul Yaqin (Sunan Giri). Umumnya pendapat tersebut
adalah berdasarkan riwayat pesantren-pesantren Jawa Timur dan catatan nasab
Sa'adah BaAlawi Hadramaut. Sunan Giri merupakan anak dari Maulana Ishaq,
seorang mubaligh Islam dari Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putri Menak
Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit. Namun
kelahirannya dianggap telah membawa kutukan berupa wabak penyakit di wilayah
tersebut. Ia dipaksa untuk membuang anaknya, Dewi Sekardadu dengan
menghanyutkannya ke laut. Kemudiannya, bayi tersebut dijumpai oleh sekelompok
awak kapal (pelaut) dan dibawa ke Gresik. Di Gresik, dia diadopsi oleh seorang
saudagar perempuan pemilik kapal iaitu Nyai Gede Pinatih dan dinamakan bayi
tersebut sebagai Joko Samudra. Ketika dewasa, Joko Samudra dibawa ibunya ke
Surabaya untuk belajar agama kepada Sunan Ampel. Apabila Sunan Ampel mengetahui
latar belakang murid kesayangannya ini maka ia dihantar kepada Makdhum Ibrahim
(Sunan Bonang), untuk mendalami ajaran Islam di Pasai. Mereka diterima oleh
Maulana Ishaq yang tidak lain adalah ayah Joko Samudra. Di sinilah, Joko
Samudra, yang ternyata bernama Raden Paku, mengetahui asal usul dan alasan
mengapa dia dulu dibuang. Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku
atau lebih dikenal dengan Raden 'Ainul Yaqin kembali ke Jawa. Ia kemudian
mendirikan sebuah pesantren giri di sebuah perbukitan di desa Sidomukti,
Kebomas. Dalam bahasa Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal
masyarakat dengan sebutan Sunan Giri. Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal
sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa, bahkan pengaruhnya
sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pengaruh Giri terus
berkembang sampai menjadi kerajaan kecil yang disebut Giri Kedaton, yang
menguasai Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya
ditumbangkan oleh Sultan Agung.
Terdapat beberapa karya seni tradisional Jawa yang
sering dianggap mempunyai hubungkait dengan Sunan Giri, diantaranya adalah
permainan-permainan anak seperti Jelungan, Lir-ilir dan Cublak Suweng serta
beberapa gending (lagu instrumental Jawa) seperti Asmaradana dan Pucung.